Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Platform seperti Instagram, Facebook, Twitter, dan TikTok memberi kita akses instan ke kehidupan orang lain. Namun, dibalik semua itu, media sosial juga membawa dampak signifikan terhadap cara kita melihat diri sendiri dan dunia sekitar, terutama dalam hal ekspektasi.
Artikel ini akan membahas pengertian ekspektasi, alasan mengapa manusia memiliki ekspektasi, serta bagaimana media sosial mempengaruhi ekspektasi tersebut dari sudut pandang psikologi. Di bagian akhir, akan membagikan solusi sederhana untuk mengelola ekspektasi yang tidak sesuai dengan realita.
Apa Itu Ekspektasi?
Ekspektasi adalah harapan atau asumsi yang kita miliki tentang bagaimana sesuatu seharusnya terjadi atau bagaimana seseorang seharusnya bertindak. Dalam kehidupan sehari-hari, ekspektasi bisa berkisar dari hal-hal kecil, seperti mengharapkan hari yang cerah, hingga hal-hal besar, seperti ekspektasi karier atau hubungan pribadi. Ekspektasi juga seringkali berkaitan dengan gambaran masa depan yang kita bayangkan—apa yang kita anggap sebagai hasil dari usaha atau tindakan kita.
Ekspektasi ini terbentuk berdasarkan pengalaman masa lalu, norma sosial, pendidikan, dan paparan budaya. Misalnya, jika seseorang selalu mendapatkan nilai baik di sekolah, mereka cenderung memiliki ekspektasi bahwa mereka akan selalu sukses dalam akademis. Begitu pula dalam hubungani sosial, seseorang mungkin memiliki ekspektasi tentang bagaimana orang lain akan memperlakukan mereka berdasarkan pengalaman dan pola interaksi sebelumnya.
Mengapa Manusia Memiliki Ekspektasi?
Ekspektasi adalah bagian alami dari sifat manusia. Secara psikologis, ekspektasi berperan sebagai panduan yang membantu kita merencanakan, bertindak, dan membuat keputusan. Mereka membantu menciptakan rasa kontrol dalam kehidupan kita, membuat kita merasa lebih percaya diri dalam menghadapi situasi yang tidak pasti. Ekspektasi juga memberi kita motivasi untuk mencapai tujuan dan menghadapi tantangan.
Menurut teori harapan dalam psikologi, manusia cenderung membentuk ekspektasi berdasarkan tiga faktor utama:
- Pengalaman Masa Lalu: Pengalaman pribadi yang kita alami sebelumnya mempengaruhi harapan kita di masa depan. Jika kita pernah berhasil dalam suatu bidang, kita akan cenderung mengharapkan keberhasilan serupa di masa depan.
- Norma Sosial dan Budaya: Norma yang diajarkan oleh keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial mempengaruhi pandangan kita tentang apa yang “seharusnya” terjadi. Misalnya, harapan akan pernikahan dan karir seringkali dipengaruhi oleh budaya.
- Self-Efficacy: Persepsi individu tentang kemampuan mereka untuk mengontrol hasil dari situasi tertentu juga membentuk ekspektasi. Semakin besar rasa percaya diri seseorang, semakin tinggi ekspektasi mereka terhadap hasil positif.
Media Sosial dan Pengaruhnya terhadap Ekspektasi
Media sosial telah mengubah cara kita berinteraksi, berkomunikasi, dan memahami kehidupan orang lain. Dari sudut pandang psikologi, media sosial memiliki pengaruh besar terhadap ekspektasi karena platform-platform ini menghadirkan gambaran kehidupan versi “ideal” yang tidak selalu mencerminkan realita.
Ekspektasi Diri yang Tidak Realistis
Salah satu dampak terbesar dari media sosial adalah munculnya ekspektasi yang tidak realistis terhadap diri sendiri. Kita seringkali melihat orang lain memposting momen-momen terbaik dalam hidup mereka: pencapaian karier, hubungan yang tampak sempurna, perjalanan mewah, dan kebugaran fisik yang luar biasa. Konten-konten ini dapat menimbulkan tekanan untuk selalu tampil sempurna, sehingga membuat kita merasa tidak cukup baik jika tidak mencapai standar yang sama.
Dari sudut pandang psikologis, fenomena ini disebut sebagai self-discrepancy theory, di mana individu merasakan ketidaksesuaian antara gambaran diri yang ideal (ideal self) dan diri nyata mereka (actual self). Ketidaksesuaian ini dapat menimbulkan perasaan tidak berharga, stres, kecemasan, bahkan depresi.
Penelitian menunjukkan bahwa semakin sering seseorang membandingkan diri mereka dengan orang lain di media sosial, semakin besar kemungkinan mereka merasa tidak puas dengan diri sendiri.
Ekspektasi terhadap Karier dan Keberhasilan
Tidak hanya dalam hubungan pribadi, media sosial juga membentuk ekspektasi terhadap karier dan keberhasilan. Kita sering kali melihat orang-orang membagikan pencapaian mereka, seperti mendapatkan promosi, memulai bisnis yang sukses, atau mencapai target finansial.
Di era digital, kesuksesan menjadi sangat terlihat dan dapat dibandingkan dengan mudah.
Hal ini dapat menciptakan tekanan bagi individu untuk mencapai kesuksesan yang sama dengan cepat, tanpa mempertimbangkan perjalanan panjang dan tantangan yang mungkin dihadapi oleh orang-orang di balik layar.
Ini sering kali memicu imposter syndrome, di mana individu merasa tidak layak atas pencapaian mereka sendiri karena mereka membandingkan diri dengan orang lain yang tampaknya lebih sukses.
Mengelola Ekspektasi di Era Media Sosial
Menyadari pengaruh media sosial terhadap ekspektasi adalah langkah pertama untuk mengelolanya. Ketika kita terus-menerus terpapar oleh konten yang hanya menampilkan sisi terbaik dari kehidupan orang lain, kita perlu mengingat bahwa realitas mereka mungkin berbeda dari apa yang ditampilkan di layar. Berikut adalah beberapa cara mengelola ekspektasi di era gempuran media sosial:
- Batasi Paparan Media Sosial Salah satu cara efektif untuk mengelola ekspektasi adalah dengan membatasi waktu yang dihabiskan di media sosial. Paparan yang berlebihan terhadap konten yang menampilkan kehidupan yang ideal dapat memperburuk perasaan tidak puas dengan diri sendiri. Mengurangi waktu di media sosial memberi kita lebih banyak kesempatan untuk fokus pada kehidupan nyata kita sendiri, daripada terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain.
- Fokus pada Proses, Bukan Hasil Dalam mencapai tujuan, penting untuk fokus pada proses, bukan hanya pada hasil. Media sosial sering kali menampilkan hasil akhir tanpa menunjukkan usaha yang diperlukan untuk mencapainya. Dalam psikologi, ini dikenal sebagai growth mindset, di mana kita menghargai usaha dan perkembangan diri, daripada berfokus pada hasil instan.
- Kembangkan Ekspektasi yang Realistis Ekspektasi yang tidak realistis sering kali menjadi sumber ketidakpuasan. Daripada menetapkan standar yang tidak masuk akal berdasarkan apa yang kita lihat di media sosial, penting untuk mengembangkan ekspektasi yang realistis sesuai dengan kemampuan, situasi, dan tujuan pribadi kita sendiri. Mengakui bahwa setiap orang memiliki jalur dan kecepatan yang berbeda adalah kunci untuk merasa lebih puas dengan pencapaian kita sendiri.
Solusi Mengelola Ekspektasi yang Tidak Sesuai Realita
Ketika ekspektasi kita tidak sesuai dengan realita, rasa kecewa adalah hal yang wajar. Namun, penting untuk tidak terjebak dalam perasaan negatif tersebut. Salah satu solusi sederhana yang bisa diterapkan adalah dengan reframing, yaitu mengubah cara pandang kita terhadap situasi. Alih-alih melihat kegagalan sebagai akhir dari segalanya, kita bisa melihatnya sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang. Selain itu, penting juga untuk berlatih self-compassion, yaitu memberikan kebaikan pada diri sendiri saat menghadapi kegagalan atau kesulitan.
Jika Anda ingin mengetahui solusi lengkap dan teknik lainnya untuk mengelola ekspektasi, Anda dapat menonton video lengkap yang telah disiapkan melalui di bawah ini: